Hari Esok: Medan Pertarungan Dialektis
H-1 adalah momen penentuan. Esok, rakyat Maluku Utara tidak sekedar mencoblos nama tetapi mereka memilih antara mempertahankan hegemoni oligarki atau membuka jalan bagi transformasi sosial. Dalam lensa Materialisme Dialektika Historis ; demokrasi adalah arena perjuangan kelas di mana suara rakyat sering kali dikooptasi oleh kepentingan modal.
Namun, ketenangan Husain Alting Sjah menunjukkan arah baru. Ia menolak terjebak dalam kegaduhan politik transaksional yang menjadikan rakyat hanya alat untuk kepentingan sesaat. Ketenangan ini bukan pasifisme, tetapi keberanian untuk menghadapi sistem yang korup dengan mengorganisasi kekuatan rakyat secara strategis.
Sebagaimana Gramsci pernah menulis, “Dalam setiap pertempuran, optimisme kehendak harus mengatasi pesimisme intelek.” Husain Alting Sjah adalah manifestasi dari optimisme itu. Ia memahami bahwa perjuangan bukan tentang seberapa besar suara yang diteriakkan, tetapi tentang seberapa dalam akar yang ditanamkan.
Ketenangan sebagai Strategi Revolusioner
Dalam konteks politik hari ini, ketenangan Husain Alting Sjah adalah bentuk perlawanan terhadap narasi hegemoni. Ia memilih untuk tidak larut dalam drama politik, karena ia tahu bahwa revolusi sejati tidak lahir dari kegaduhan, tetapi dari proses panjang pengorganisasian, pembelajaran, dan pembebasan.
Kepada konstituen, esok adalah medan pertempuran kita. Setiap suara yang diberikan adalah pernyataan sikap terhadap sejarah. Dalam kebisingan demokrasi, suara kita adalah senjata yang harus diarahkan untuk menghancurkan hegemoni dan membangun tatanan baru yang adil.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta